Dulu aku pernah mengatakan padanya, kalaupun dia laki laki terakhir yang ada di dunia ini, aku tidak akan memilihnya. Awalnya aku sependapat dengan orang lain, dia tidak seperti cowok lainnya, dia begitu angkuh, sikapnya yang cuek dan kata katanya yang menusuk dapat membuat setiap orang sakit hati. Aku dulu begitu membencinya, dia begitu menyebalkan dan pemarah. Seandainya dia anak kecil ingin sekali rasanya aku menamparnya. Dia bisa menghina orang yang menurut dia tidak memiliki kemampuan seperti dirinya dengan seenaknya. Namun entah mengapa, pada akhirnya kita akan menyadari bahwa apa yang dikatakannya itu memang benar walaupun kadang sangat menyakitkan. Aku ingat betul bagaimana cara dia memaki seseorang yang sudah berumur hanya karna orang itu melakukan kesalahan yang wajar dilakukan oleh orang yang sudah mulai tua, dia memaki tanpa mempedulikan perasaan orang itu, pada saat itu ingin rasanya aku berteriak padanya, sadarkah ia bahwa yang ia katakan pada wanita tua itu begitu menyakitkan, bagaimana seandainya ibunya yang mengalami hal itu, di maki maki oleh seseorang yang lebih muda. Aku ingat bagaimana wanita itu berusaha menahan tangisnya. Ya, itulah dia, dia kadang bisa bersikap sangat kejam, ingin rasanya aku menutup mulutnya dengan selotip tiap kali dia marah, karna tanpa sadar dia akan mengeluarkan kata kata yang menakutkan pada siapa pun yang berhadapan dengannya, walaupun dia tidak pernah mengatakan hal kasar padaku, tetap saja, aku membenci sikapnya.
Namun makin lama aku mengenalnya, aku sadar dia berbahaya bagiku, sikap cueknya merupakan magnet yang membuat dia menjadi semakin menarik. Beberapa minggu setelah aku bersamanya, kami menjadi semakin dekat. Dia memberitahuku mengenai kehidupannya, pikirannya, perasaannya, dan pengalamannya. Kami sering pergi keluar untuk sekedar makan dan ngobrol. Aku sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa begitu nyaman makan bersamaku, jujur aku termasuk orang yang pendiam dan malu malu, aku lebih suka diam, sedangkan dia, dia begitu senang berbagi cerita apa saja denganku, dan kadang yang aku lakukan hanya memandangnya. Aku begitu menyukainya saat dia bercerita padaku, cara dia menyampaikannya begitu berbeda dengan orang lain. Dia bisa membuat sebuah cerita menjadi lebih hidup dengan gaya dan intonasinya. Tidak hanya aku, semua orang yang mengenalnya, sangat menyukainya ketika berbicara mengenai suatu hal. Dia begitu percaya diri, begitu santai, kata katanya mudah dicerna dan nyaman untuk didengarkan. Satu yang aku benci darinya, saat berbicara, dia tidak pernah bisa melepaskan rokok dari tangannya. Jujur, aku tidak suka dengan pria yang merokok, tapi entah mengapa, dengannya semua terasa berbeda. Dia begitu kecanduan dengan benda satu itu. Aku sempat menanyakan padanya kenapa dia begitu kecanduan terhadap rokok (dia bisa menghisap 3 bungkus rokok dalam sehari), dia bilang itu semua berawal sejak ia masih duduk di bangku SMP, dan sejak itu ia tidak bisa berhenti. Dia sadar betul bahwa rokok berbahaya, namun apa daya, sulit baginya untuk melepaskan kebiasaan itu. Awalnya dia membuang asapnya kesegala arah tiap kali kami makan bersama, namun setelah beberapa kali, dia membuang asapnya menjauhiku. Aku juga pernah mengatakan padanya, bahwa dia membahayakan bukan hanya dirinya dengan merokok, tapi dia lebih membahayakan diriku. Jawabannya, dia memintaku untuk merokok bersamanya, supaya kami bisa sama sama membahayakan. Aku hanya dapat tersenyum pahit mendengar jawabannya. Yang mengejutkan setelah hari itu, dia bahkan hanya merokok satu batang tiap kali bersamaku. Beberapa hari setelah itu dia hanya merokok setiap kali tidak bersamaku. Seiring berjalannya kebersamaan kami, bagitu banyak perubahan yang terjadi pada dirinya. Dia jadi lebih perhatian terhadap lingkungan sekitar, dulu dia biasa melempar kertas yang didapatnya dari seseorang di jalan ke segala arah. Suatu kali, sikapnya membuatku terkejut, waktu itu sehabis makan, aku berjalan dibelakangnya di sebuah trotoar, waktu itu dia menerima sebuah kertas advertising dari seseorang. Dia sempat mengepal kertas tersebut, saat itu aku pikir dia akan melemparnya, seperti biasa, tapi ternyata aku salah, dia menyimpan kertas itu, dan membuangnya ke tempat sampah, waktu itu aku begitu terkejut dengan perubahannya. Saat itu, aku sadar, dia tidak seburuk yang aku fikirkan, dari seorang mahluk yang menyebalkan, ternyata dia bisa berubah dan memiliki sisi yang lain, kepedulian.
Pernah suatu hari, aku bertengkar dengannya, dia marah padaku, karna aku lebih mementingkan permintaan orang lain dari pada dirinya. Waktu itu, dia harus pergi dan meninggalkanku, sehingga kami tidak bisa makan bersama. Anehnya, sekitar jam 10 pagi dia tiba tiba menelponku, dia memintaku untuk menunggunya kembali, dia bilang dia ingin makan siang bersamaku. Dia berusaha secepat mungkin menyelesaikan pekerjaannya agar bisa kembali sebelum makan siang. Tepat pukul 11, salah seorang temanku mengajakku untuk makan siang dengannya, aku bilang pada temanku bahwa aku tidak bisa makan bersamanya, karna aku telah ada janji dengan orang lain. Pukul 11.30 dia menelponku, dia menanyakan apakah aku masih menunggunya, aku bilang masih, namun aku menanyakan keberadaannya, apakah masih lama, karna perutku sudah mulai berteriak, dia mengatakan sudah dekat, dia agak terlambat karna dalam perjalan pulang dia tersesat. Aku pun menunggunya, tak lama dia datang, aku pun bertanya padanya, kenapa dia begitu lama, tahu seperti ini aku bisa makan dengan temanku. Dan dia tiba tiba marah padaku, dia bilang, dia berusaha secepat mungkin kembali agar bisa makan siang bersamaku, dia bahkan rela menembus hujan dari mobil sampai ke gedung agar aku tidak lebih lama menunggunya, tapi apa yang dia dapatkan, aku yang bahkan tidak peduli. Begitu aku melihat kemejanya, perasaan menyesal merasukiku, rambut dan kemejanya basah. Dia pasti begitu kedinginan, untuk meredakan amarahnya, aku pun mengajaknya segera makan sambil memberikan senyumanku, dan kemarahannya berhenti sampai disitu, dia pun tersenyum menatapku.
Namun makin lama aku mengenalnya, aku sadar dia berbahaya bagiku, sikap cueknya merupakan magnet yang membuat dia menjadi semakin menarik. Beberapa minggu setelah aku bersamanya, kami menjadi semakin dekat. Dia memberitahuku mengenai kehidupannya, pikirannya, perasaannya, dan pengalamannya. Kami sering pergi keluar untuk sekedar makan dan ngobrol. Aku sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa begitu nyaman makan bersamaku, jujur aku termasuk orang yang pendiam dan malu malu, aku lebih suka diam, sedangkan dia, dia begitu senang berbagi cerita apa saja denganku, dan kadang yang aku lakukan hanya memandangnya. Aku begitu menyukainya saat dia bercerita padaku, cara dia menyampaikannya begitu berbeda dengan orang lain. Dia bisa membuat sebuah cerita menjadi lebih hidup dengan gaya dan intonasinya. Tidak hanya aku, semua orang yang mengenalnya, sangat menyukainya ketika berbicara mengenai suatu hal. Dia begitu percaya diri, begitu santai, kata katanya mudah dicerna dan nyaman untuk didengarkan. Satu yang aku benci darinya, saat berbicara, dia tidak pernah bisa melepaskan rokok dari tangannya. Jujur, aku tidak suka dengan pria yang merokok, tapi entah mengapa, dengannya semua terasa berbeda. Dia begitu kecanduan dengan benda satu itu. Aku sempat menanyakan padanya kenapa dia begitu kecanduan terhadap rokok (dia bisa menghisap 3 bungkus rokok dalam sehari), dia bilang itu semua berawal sejak ia masih duduk di bangku SMP, dan sejak itu ia tidak bisa berhenti. Dia sadar betul bahwa rokok berbahaya, namun apa daya, sulit baginya untuk melepaskan kebiasaan itu. Awalnya dia membuang asapnya kesegala arah tiap kali kami makan bersama, namun setelah beberapa kali, dia membuang asapnya menjauhiku. Aku juga pernah mengatakan padanya, bahwa dia membahayakan bukan hanya dirinya dengan merokok, tapi dia lebih membahayakan diriku. Jawabannya, dia memintaku untuk merokok bersamanya, supaya kami bisa sama sama membahayakan. Aku hanya dapat tersenyum pahit mendengar jawabannya. Yang mengejutkan setelah hari itu, dia bahkan hanya merokok satu batang tiap kali bersamaku. Beberapa hari setelah itu dia hanya merokok setiap kali tidak bersamaku. Seiring berjalannya kebersamaan kami, bagitu banyak perubahan yang terjadi pada dirinya. Dia jadi lebih perhatian terhadap lingkungan sekitar, dulu dia biasa melempar kertas yang didapatnya dari seseorang di jalan ke segala arah. Suatu kali, sikapnya membuatku terkejut, waktu itu sehabis makan, aku berjalan dibelakangnya di sebuah trotoar, waktu itu dia menerima sebuah kertas advertising dari seseorang. Dia sempat mengepal kertas tersebut, saat itu aku pikir dia akan melemparnya, seperti biasa, tapi ternyata aku salah, dia menyimpan kertas itu, dan membuangnya ke tempat sampah, waktu itu aku begitu terkejut dengan perubahannya. Saat itu, aku sadar, dia tidak seburuk yang aku fikirkan, dari seorang mahluk yang menyebalkan, ternyata dia bisa berubah dan memiliki sisi yang lain, kepedulian.
Pernah suatu hari, aku bertengkar dengannya, dia marah padaku, karna aku lebih mementingkan permintaan orang lain dari pada dirinya. Waktu itu, dia harus pergi dan meninggalkanku, sehingga kami tidak bisa makan bersama. Anehnya, sekitar jam 10 pagi dia tiba tiba menelponku, dia memintaku untuk menunggunya kembali, dia bilang dia ingin makan siang bersamaku. Dia berusaha secepat mungkin menyelesaikan pekerjaannya agar bisa kembali sebelum makan siang. Tepat pukul 11, salah seorang temanku mengajakku untuk makan siang dengannya, aku bilang pada temanku bahwa aku tidak bisa makan bersamanya, karna aku telah ada janji dengan orang lain. Pukul 11.30 dia menelponku, dia menanyakan apakah aku masih menunggunya, aku bilang masih, namun aku menanyakan keberadaannya, apakah masih lama, karna perutku sudah mulai berteriak, dia mengatakan sudah dekat, dia agak terlambat karna dalam perjalan pulang dia tersesat. Aku pun menunggunya, tak lama dia datang, aku pun bertanya padanya, kenapa dia begitu lama, tahu seperti ini aku bisa makan dengan temanku. Dan dia tiba tiba marah padaku, dia bilang, dia berusaha secepat mungkin kembali agar bisa makan siang bersamaku, dia bahkan rela menembus hujan dari mobil sampai ke gedung agar aku tidak lebih lama menunggunya, tapi apa yang dia dapatkan, aku yang bahkan tidak peduli. Begitu aku melihat kemejanya, perasaan menyesal merasukiku, rambut dan kemejanya basah. Dia pasti begitu kedinginan, untuk meredakan amarahnya, aku pun mengajaknya segera makan sambil memberikan senyumanku, dan kemarahannya berhenti sampai disitu, dia pun tersenyum menatapku.